Pekan pertama program “Listening You” telah diselenggarakan. Pada 15 September 2018, bertempat di salah satu kampus swasta di Jakarta, program yang dirancang dalam mendesiminasikan isu-isu mengenai seksualitas dan keimanan tersebut, menghadirkan dua narasumber, yakni Ajeng Larasati dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat dan Sardjono Sigit dari Yayasan Gaya Nusantara dan Yulia Dwi Andriyanti selaku moderator.
“Sometimes, You Should Just Listen” pada pertemuan yang berlangsung sejak pukul 09.00 sampai 13.00 WIB, memamparkan kerja-kerja bantuan hukum struktural dalam pendampingan kasus kekerasan yang dialami komunitas dan individu LGBTIQ. Nadia, misalnya, menyinggung mengenai banyaknya aparatur penegak hukum di lapangan yang tidak memiliki kapasitas memadai dalam merespon isu keragaman seksualitas. Menurut temanya, pertemuan ini membicarakan dua hal yang saling bersinggungan: SOGIESC dan Hak Asasi Manusia.
LBH Masyarakat melihat akar persolan dari diskriminasi terhadap kelompok LGBTIQ bermula dari stigma yang muncul di masyarakat. Memperkuat pendapat demikian, Di tahun 2017, LBH Masyarakat melakukan dokumentasi media, yang berjudul “LGBT= Nuklir? Indonesia Darurat Fobia”, laporan yang memiliki 53 halaman itu, memaparkan tren-tren pelanggaran HAM pada komunitas LGBTIQ. Tren pelanggaran tersebut LGBT misalnya disebutkan bahwa LGBT sebagai sumber HIV, kedua, LGBT sebagai perilaku yang dianggap menyimpang, ketiga, bertentangan dengan agama, keempat, dianggap penyakit, serta keenam, bertentangan dengan ideologi negara. Dampaknya, menurut laporan tersebut, ada 973 orang menjadi korban stigma, diskriminasi dan pelanggaran HAM yang terjadi dalam kurun tahun 2017.
Di tahun politik, kerja-kerja penguatan komunitas merupakan hal yang dianggap sangat strategis. Hal ini mengingat, potensi atas ancaman persekusi oleh kelompok ormas agama tertentu cukup rawan. Itu sebabnya, penguatan komunitas penting dilakukan dengan startegi-stratregi tertentu, dengan prisnip, mentranformasikan pengetahuan mengenai seksualitas yang memadai.
Peserta diskusi yang terlibat datang dari berbagi kalangan dan latarbelakang, baik secara keimanan dan seksualitas. Di akhir sesi, harapan bagi terbukanya akses dan ruang kritis dalam penguatan pengetahuan tentang isu ketubuhan. Pasalnya, dalam konteks akses pengetahuan, keluarga masih jadi tantangan yang cukup krusial. Itu karenanya, ruang negosiasi dalam keluarga penting dibangun (redaksi)