Jika selama ini istilah dayak lekat dengan kehidupan suku dayak di pedalaman Kalimantan, maka hal ini tidak paralel dengan komunitas dayak losarang. Pemaknaan kata Dayak, berasal dari kata kerja ‘ayak’, ‘mengayak’, atau mengurai. Pengunaan istilah ini, sejatinya berangkat dari cara pandang komunitas dayak losarang dalam memaknai diri sendiri sebagai manusia, yang memiliki dua cermin sekaligus: sifat baik dan buruk.
Estimasi Baca: 7 Menit
(Oleh: Tim Redaksi)
Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu (SDHBBSI) atau dikenal juga dengan nama Dayak Losarang merupakan bentuk kepercayaan lokal yang berkembang di Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Secara hierarkis, mandat kepimpinan komunitas ini dipegang oleh seorang kepala adat.
Adalah Takmad Diningrat, seorang pria paruh baya, asal Desa Krimun Kecamatan Losarang, yang menjadi kepala adat, sejak generasi pertama lahir. Di desa ini juga berdiri sebuah Padepokan sebagai pusat aktivitas, yang digunakan sebagai pemukiman anggota adat sampai aktivitas ritual-keagamaan. Bangunan yang berbentuk keraton-keraton atau kerajaan di zaman dulu itu, memiliki ciri khas ornamen dengan lukisan tembok bergambar cerita pewayangan. Secara keseluruhan luas wilayahnya berkisar antara 750-1000 meter.
Pada bagian dalam area padepokan adat, terbagi dalam beberapa tempat, yang memiliki fungsi dan makna tersendiri bagi anggota. Menurut perhitungan Takmad sendiri, anggota yang saat ini berjumlah sekurang-lebihnya 100 orang, tidak hanya bermukim di padepokan, tetapi juga tersebar di berbagai daerah seperti Majalengka, Cirebon dan Kuningan.
Padepokan adat Dayak Losarang memiliki, ruang pesanggrahan sebagai tempat istirahat ketika seluruh anggota bermukim di padepokan. selanjutnya terdapat ruangan yang diberi nama gunung Krakatau, sebagai tempat ritual, yang simbolis berarti paku bumi. Gunung Krakatau dipercaya sebagai keseimbangan alam di Pulau Jawa. terakhir, rumah pemimpin adat suku dayak losarang
Awalnya aktivitas di Padepokan adat dimulai saat pendirian perguruan pencak silat Serba Guna (SS) oleh Takmad Diningrat pada 1970-an. Pencak silat serba guna memiliki nama lain Nyi Ratu Kembar. Dari sanalah, cikal-bakal komunitas adat mulai tumbuh.
Proses penempaan ilmu kanuragan secara intensif selama bertahun-tahun tersebut berbuah dengan bentuk pencerahan yang dialami oleh Ki Takmad dalam sebuah intisari ajaran dan nilai-nilai kehidupan kembali ke alam (back to nature). Hasilnya, perguruan silat berevolusi secara total menjadi satu bentuk ajaran kepercayaan sejak tahun 1997. Tahun yang menandai kali pertamanya penggunaan nama dayak, dengan nama ‘dayak siswa’. Nama siswa diasosiasikan kepada mahasiswa yang melakukan serangkaian aksi menuntut perubahan sosial-politik dalam negeri. Zaman orde baru berganti era reformasi.
Tahun 2000, nama dayak siswa pun berganti Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Losarang sampai saat ini. Ia diambil dari bahasa daerah, Jawa Dermayu. kata Suku, bagi komunitas dayak memiliki pengertian kaki, atau berjalan, yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari di Indramayu. Pengertian suku bukan dimaknai secara literal dari sudut keilmuan antropologis, yang merujuk pada istilah suku-bangsa di suatu tempat atau wilayah.
Untuk nama Hindu-Budha, meski lazimnya adalah satu bentuk agama bumi yang berkembang di dunia, komunitas dayak memperbaharui dengan makna kandungan atau rahim, sedangkan Budha dimaknai sebagai wuda, atau telanjang. Penggunaan dua kata ini memiliki derivasa makna, bahwa setelah melewati fase kehidupan dalam rahim (masa kandungan), seorang anak manusia terlahir ke dunia dengan telanjang.
Sejak berdiri, terbagi beberapa jenis keanggotaan. klasifikasi ini merujuk pada bentuk pencaipaian keimanan secara fisik yang diajarakan oleh komunitas ini, meliputi: Keanggotaan Preman. Istilah preman, tidak ditujukan pada satu bentuk kriminalitas, tetapi sebagai penanda seorang anggota dayak yang dalam kesehariannya masih seperti masyarakat pada umumnya, dari cara berpakaian sampai aktivitas ekonomi. Kedua, Keanggotaan jenis seragam, kategori ini, seseorang anggota dayak yang berpakaian hitam, hanya saja masih mengakses pelayanan publik seperti kartu identitas penduduk dan ikut melakukun pencoblosan saat pemilihan umum.
Ketiga, tingkatan dayak. Dalam praktik kesehariannnya, anggota yang termasuk tingkatan dayak diwajibkan mengenakan pakaian setengah telanjang, dengan menggunakan celana setengah kaki berwana hitam-putih. Pemilihan warna hitam-putih itu sendiri, karena secara filosofis melambangkan sifat baik dan buruk yang terdapat pada manusia. Selain itu, aksesoris yang melekat di tubuh meliputi gelang, kalung serta cincin yang terbuat dari bahan baku alam sebagai bentuk ajaran kembali ke alam (back to nature). Pada tahap inilah, seorang anggota dayak dianggap telah mampu melewati ujian kesabaran.
Alam semesta dipercaya sebagai sumber segala kekuatan di bumi. Kepercayaan ini dipegang kuat oleh komunitas dayak losarang. Pada praktinya, nilai atas kepercayaan tersebut diejawantahkan melalui bentuk-bentuk ritual yang dilakukan: ritual tahunan diamalkan selama empat bulan, yaitu pada bulan 9 sampai 12 dalam setiap tahunnya.
setiap anggota diwajibkan mengikuti ritual yang menjadi bagian inheren ajaran Dayak Losarang. di antaranya, Ritul Kungkum atau Berendam, yang dilakukan selama 8 jam, pada pertengahan malam sampai pagi. setelah itu dilanjutkan ritul Mepe atau berjemur. Di bagian tengah padepokat adat, terletak lapangan yang biasa digunakan untuk ritual ini, yang berlangsung seharian. tujuannya: olah fisik dan kesabaran.
Ritul wajib lainnya adalah Ritual Ruatan Putri Keraton dan Ritual Malam Jumat Kliwon. penyelenggaraaan ritual putri keraton jatuh setiap bulan Februari. Ritual berjalan selama satu minggu penuh, yang diawali dengan pagelaran adat. Para tamu undangan berasal dari komunitas adat lain seperti Sunda Wiwitan, Suku Baduy, yang menampilkan masing-masing bentuk kesenian selama pegelaran adat berlangsung. sedangkan ritual Jumat Kliwon, seluruh anggota dayak losarang dari masing-masing daerah berkumpul di padepokan guna menyelenggaran ritual, yang bertempat di ruangan Gunung Kratau. Ritual diisi pembacaan kidung-kidung, pujian dan doa yang dilantunkan dengan menggunakan bahasa daerah Indramayu. Di akhir ritual, pimpinan adat menyampaikan khotbah keimanan yang diambil dari cerita pewayangan.
Sumber: Wawancara pemimpin adat, Takmad Diningrat, 10 Februari 2018 di komplek padepokan adat Suku Dayak Losarang