Ngomongin masalah gender emang nggak pernah ada habisnya. Bahkan dalam issue politik, ekonomi, pendidikan dan apapun itu selalu ada kaitannya gender. Secara umum Gender identik dengan laki-laki dan perempuan. Bahkan di Indonesia sendiri, masih banyak orang yang bersikeras dan memaksakan dua seksualitas dan gender saja, lelaki dan perempuan, dengan keharusan-keharusan yang harus dipatuhi dan seringkali dipaksakan kepada manusia, terutama perempuan. Tuntutan gender biasanya disertai dengan orientasi seksual yang heteronormatif. Artinya, lelaki biasanya harus maskulin dan menjalin hubungan dengan perempuan. Sedangkan, perempuan seringkali dituntut untuk menjadi feminin, jatuh cinta dan menikah dengan lelaki, mempunyai anak dan melayani suami.
Namun faktanya, dalam sejarah Nusantara di masyarakat Bugis terdapat 5 macam gender. Tuntutan kefemininan dan kemaskulinan dari semua gender-gender ini pun berbeda. Berikut adalah 5 macam gender yang terdapat dalam masyarakat bugis.
- Oroane
Oroane artinya pria atau lelaki, biasanya jenis kelamin ini dituntut harus maskulin dan mampu menjalin hubungan dengan perempuan.
- Makkunrai
Makkunrai dalam kata lain adalah perempuan. Gender yang satu ini kerapkali dituntut bahkan diharuskan untuk menjadi feminin, jatuh cinta dan bersedia menikah dengan lawan jenis. Tak hanya itu, makkunrai juga diharuskan untuk melayani suami, memiliki anak, serta mengerjakan segala pekerjaan domestik.
- Calalai
Ini adalah gender ketiga yang diakui dalam suku Bugis. Calalai adalah manusia bervagina yang berpenampilan layaknya laki-laki. Bisa juga disebut dengan perempuan maskulin. Dalam bahasa Makassar, Calalai disebut juga ‘Balaki’.
Peran calalai dalam masyarakat bugis sama seperti peran laki-laki heteroseksual. Secara individu, calalai hanya berpakaian dan menampilkan diri dalam mode maskulin pria.
- Calabai
Berkebalikan dengan calalai, calabai adalah laki-laki yang berpenampilan seperti perempuan. Menurut sistem gender Bugis, calabai adalah ‘wanita palsu’. Calabai secara fisik adalah laki-laki namun ia mengambil peran seorang perempuan heteroseksual. Jelas sekali bahwa ekspresi gender seorang calabai adalah feminin, tetapi tidak cocok dengan gender “khas” perempuan. Dalam tradisi, calabai memiliki berperan penting dalam upacara pernikahan. Baik yang mengatur, mendekor dan bertanggung jawab dalam berbagai hal.
- Bissu
Bissu adalah gender kelima yang terdapat dalam masyarakat Bugis.
Berbeda dengan keempat gender lainnya, bissu merupakan golongan yang disebut ‘bukan lelaki bukan pula perempuan’. Kelompok bissu sering juga disebut sebagai kelompok orang mistik. Dalam budaya masyarakat Bugis, bissu memiliki posisi yang sangat penting. Pada setiap upacara adat, mereka bertindak sebagai ‘pendeta’ ataupun pemangku adat. Mereka masih menjaga teguh tradisi dan peran serta kebiasaat turun menurun nilai-nilai bdaya bugis kuno dan diilustrasikan sebagai manusia setengah dewa yang mempunyai kekuatan supranatural.
Dalam peran sosial, bissu lebih banyak terkait dengan aspek spiritual dibandingkan dengan aspek seksualitasnya. Keberadaan bissu yang berada diluar gender ini memberikan ruang lebih bagi mereka untuk berada dalam alam pertengahan yang tidak dapat disentuh oleh kita yang terikat gender tertentu. Menurut sejarah, pada dasarnya keberadaan bissu ini terkait erat dengan lahirnya suku Bugis itu sendiri.
Terlepas dari segala keunikan yang dimiliki oleh bissu, keberadaan bissu saat ini telah mulai punah. Jika pada jaman dulu terdapat minimal 40 orang bissu dalam tiap kerajaan, saat ini tidak ada satupun komunitas bissu yang bisa angka demikian. Seperti yang ada di Segeri misalnya, saat ini hanya terdapat tak lebih dari empat orang bissu.
Langkanya keberadaan bissu saat ini disebabkan oleh syarat yang cukup berat untuk menjadi seorang bissu. Untuk dapat menjadi bissu, seorang waria harus mendapat panggilan spiritual bisa melalui mimpi, sakit ataupun pertanda lain. Jika waria tersebut telah bertekat bulat untuk menjadi bissu, maka ia harus belajar di rumah puang matowa selama beberapa waktu sebelum dinyatakan siap untuk ditahbiskan dalam upacara irreba.
Penulis : Dew Socialista