YFS

Lengger Lanang: Kesenian Rakyat dan Simbol Keragaman Identitas

Oleh Tim Redaksi
dibaca normal 3 menit


Le’ memiliki arti anak penggilan untuk laki-laki, Ngger merupakan kata ganti atau panggilan ‘kamu’ untuk anak perempuan. Kata lanang sendiri memiliki pengertian secara umum sebagai laki-laki. Awal mula eksistensi keseniaan Lengger Lanang diperkirakan telah hidup sejak pertengahan abad 17.

Eksistensi Lenggar Lanang tersebar di tiga kabupaten yang saling berdekatan: Banjarnegara, Wonosobo serta Banyumas. Ketiganya merupakan kabupaten yang berada dalam wilayah administrasi provinsi Jawa Tengah.

Menurut jejak historitasnya, kelahiran pertama Lenggar Lenang berada di Kabupaten Banjarnegara. Bermula pada era 1800-an, berasal dari sejarah paguyuban tari Ni Mawur. Pada saat itu, mamanya begitu masyhur di kalangan masyarakat Banjarnegara, Jawa Tengah. Ia adalah seorang penari ronggeng perempuan, yang berdomisili di dusun Bilungan.

Suatu ketika Ni Mawur disambangi oleh seorang punggawa atau utusan dari Demang Raden Rudaiman. Ia adalah seorang pemimpian wilayah di daerah Gumelung, Banjarnegara. Utusan tersebut meminta Ni Mawur beserta kelompok ronggengnya memainkan Ronggeng Pria, hal yang sama tak terlintas di pikirannya.

Permintaan tersebut berasal dari wangsit yang diterima Demang Rudamain. Guna meresmikan bangunan pendopo, haruslah melalui sesaji atau ritual terlebih dahulu. Tradisi yang memang telah mengakar dalam kebudayaan di Pulau Jawa. Karena terdapatnya larangan yang diatur dalam pepali (unggah-ungguh) mementaskan wayang, dalam wangsit tersebut, maka ritual dilakukan dengan menampilkan ronggeng tayuban pria.

Pada momentum itulah, Ni Mawur mendidik anak laki-lakinya belajar tari sebagai ronggeng laki-laki. Seiring perkembangannya, Lengger Lanang mulai terkenal dan berkembang menjadi tradisi dan kebudayaan di daerah Banjarnegara dan sekitarnya.

Secara turun-temurun, masyarakat sekitar meyakini kesenian langgar bersifat sakral dan profan. Karenanya, Lengger Lanang dipentaskan pada kegiatan dan ritus adat tertentu, meliputi daritan, bersih desa, nadar atau kaulan yang identik dengan upacara adat pada masyarakat agraris.

Dalam setiap pementasan, seorang ronggeng atau penari Lenggar melalui serangkai ritual khusus. Adanya yang melalui puasa mutih, ada pula yang melakoni ritual dalam bentuk tidur di depan pintu rumah, selebihnya dipentaskan pada hari-hari tertentu, misalnya Jumat Kliwon.

Seiring waktu, selain untuk kebutuhan ritual adat, pementasan Lenggar Lanang perlahan ditampilkan pada kegiatan publik, seperti resepsi pernikahan, sunatan, juga acara di lingkungan pemerintahan.

Sebagai seni pertunjukan tradisional, Lengger Lanang dipentaskan oleh seorang penari laki-laki yang berkostum perempuan. terkenal pula dengan istilah ‘laki-laki dalam tubuh perempuan’. sehingga, penari lengger pun dibawakan secara khusus oleh seorang transgender

Tiap kali pementasan, panggung dibuat secara sederhana tanpa atap dan hanya beralaskan tikar, dengan penampilan tiga ronggeng Lengger Lanang. Prosesi tarian diiringi oleh Gamelan Calung.

Di awal kemunculannya, pementasan Lengger diadakan pada tengah malam sampai menjelang waktu subuh. Di kemudian hari, waktu pementasan mengalami perubahan, bergantung pada kebutuhan yang ada di masyarakat sekitar.

Di karisedenan Banyumas, terdapat seorang maestro ronggeng Lengger Lanang, yaitu Dariah. Selain karena keuletannya merawat tradisi budaya leluhur selama hidupnya, di luar panggung, Dariah melakoni hidup sebagai seorang transgender yang dapat membawa obor bagi spirit keragaman identitas melalui kesenian rakyat.

Rujukan:

Puput Agustin Nuraini, 2015. Eksistensi Kesenian Lengger Lanang, Universitas Negeri Yogyakarta

 

Share this post

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top