Mendialogkan Gender dan Seksualitas dalam Perspektif Lintas Iman

Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra yang terletak di Kopeng, Salatiga menjadi tempat selanjutnya bagi YIFoS untuk melakukan dialog mengenai gender dan seksualitas bersama 30 pemuda dari berbagai latar belakang iman. Disamping membahas tentang LGBTIQ dari perspektif Islam, Kristen dan Buddha, peserta diajak untuk memahami mengenai perbedaan antara seks dan gender dengan menggambar tubuh perempuan dan laki-laki. Menggambar tubuh perempuan dan laki-laki ini menjadi aktivitas yang mendorong peserta untuk memahami kembali tubuhnya sendiri dan menyadari bahwa tubuhnya tidak terlepas dari peran-peran gender yang dibentuk oleh masyarakat.

\"\" \"\"

Terkait dengan seksualitas, maka akan muncul pertanyan lebih lanjut mengenai seks yang dianggap sebagai sesuatu yang biologis sebagai juga konstruksi masyarakat, khususnya ketika institusi agama tidak pernah memberi ruang terhadap seks di luar perempuan dan laki-laki. Pembahasan tentang ini berlanjut pada bagaimana agama, khususnya agama Abrahamik, tidak memberi ruang kepada gender diluar perempuan dan laki-laki, dan termasuk orientasi seksual yang diluar heteroseksual, meskipun praktik sesama jenis terjadi, namun tidak pernah dibicarakan pada masa itu. Ini yang kemudian membuat agama mendapat “benturan” dari istilah “homoseksualitas” yang dianggap dari “Barat” sebab pemaknaannya telah bergeser, yang dahulu hanya dikenal sebagai perilaku seks saja, kini sudah menjadi bagian dari identitas sebagai manusia.

Dialog ditutup dengan permainan “beyond the taboo” dimana peserta diminta untuk membuat dua baris dan saling berhadap-hadapan dan diminta untuk merespon pertanyaan yang diajukan dengan maju satu langkah jika jawabannya “ya” dan diam di tempat ketika jawabannya “tidak”.

\"\"

Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai bagaimana peserta memahami seksualitasnya, baik penampilannya yang feminin maupun maskulin, terlepas dari seksnya apa, dan juga tentang bagaimana peserta merespon terhadap seksualitas yang berbeda. Ketika pertanyaan diajukan, “Apakah kamu mau menerima temanmu yang homoseksual dan waria?” tidak banyak yang maju. Kemudian pertanyaan dilanjutkan dengan, “Apakah kamu mau punya teman homoseksual dan waria?” semua peserta maju satu langkah. Dan dari sinilah dialog baru saja dimulai. Untuk mulai memahami dan mengerti bukan dari asumsi yang ada ataupun dikonstruksikan selama ini oleh sistem, namun dari individu-individu yang berbeda, namun setara sebagai sesama manusia.

\"\"

@Kopeng, Salatiga 3 Desember 2010

Share this post

0 thoughts on “Mendialogkan Gender dan Seksualitas dalam Perspektif Lintas Iman”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top