Globalchangemaker Asia Youth Summit (AYS) 2011

Proses Panjang Menjadi Changemaker – Dari Visi menuju Implementasi

Globalchangemaker Asia Youth Summit (AYS) 2011 merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh British Council dimana 60 pemuda berkumpul selama satu minggu untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman mengenai bagaimana menjadi agen perubahan di lingkungan sekitarnya. Sesuai dengan platform Globalchangemaker, partisipan yang hadir dalam AYS ini merupakan para entrepreneur social, pegiat di komunitasnya, maupun para sukarelawan yang telah menunjukkan pencapaian yang signifikan di komunitas lokalnya. Ini merupakan salah satu summit yang dilakukan British Council, selain di benua yang lain, yakni Afrika, Eropa, dan Amerika Latin. Program  Globalchangemaker bertujuan untuk memberdayakan dan menghubungkan anak muda diseluruh dunia untuk mendorong mereka melakukan perubahan
sosial. Hingga saat ini terdapat 730 Changemaker dari 120 negara yang telah bekerja bersama lebih dari 50,000 anak muda lainnya untuk mendorong perubahan sosial yang positif.

60 orang partisipan yang terpilih adalah hasil seleksi dari lebih dari 1400 pemuda di Asia yang mengirimkan aplikasinya untuk mengikuti summit ini.  Yulia Dwi Andriyanti, perwakilan dari Youth Interfaith Forum on Sexuality (YIFoS), menjadi salah satu dari 60 partisipan tersebut. Summit yang diadakan dari 17-23 Juli 2011 ini berlangsung di Gurgaon, New Delhi India. Dalam summit ini terdapat empat orang lagi perwakilan dari Indonesia, yang memiliki perhatian yang berbeda-beda, yakni Dirgayuza Setiawan (media dan komunikasi), Nadya Saib (entrepreneur sosial), Riska Mirzalina (entrepreneur social dan traveler), serta Disty Winata (pegiat komunitas di isu gender).

\"\"

Enam hari selama summit merupakan momen untuk membangun dan meningkatkan kapasitas partisipan untuk merealisasikan ide perubahan yang dimilikinya. Partisipan diajak untuk membangun visi dan mem-breakdown hingga ke level operasional dan teknis. Ini yang kerapkali menjadi tantangan bagi para Changemaker. Terkadang visi yang terbangun sangat ideal, namun hanya menjadi sekedar mimpi di siang bolong ketika tidak tahu bagaimana mewujudkannya. Ini yang menjadi tujuan dari proses enam hari yang akan dijalani oleh para partisipan. Pertama kali tiba di New Delhi, para partisipan melakukan registrasi ulang dan diminta untuk membuat small exhibition mengenai hal yang telah dilakukannya selama ini. Setiap partisipan diberikan ruang untuk memasang poster maupun foto sehingga setiap partisipan dapat memahami lebih lanjut tentang area kerja masing-masing. Hari kedua merupakan pengenalan, melalui activism speed dating. Para partisipan diminta untuk mengenalkan dirinya dan area kerja yang digeluti di negaranya. Ini merupakan momen yang penting karena para partisipan berasal dari latar belakang area kerja yang berbeda, mulai dari pendidikan, kesehatan, lingkungan, bisnis sosial, pembuat film, hak asasi manusia, pengentasan kemiskinan dan kelaparan, traveller¸ politisi, performer, penari, jurnalis, blogger, saintis, penyelam, dsb. Ini menunjukkan bahwa berbagai minat, ketertarikan dan profesi bisa menjadi media untuk membuat perubahan. Setelah berakhir activism speed dating, dimulai pembagian kelompok beserta peer facilitator. Setiap kelompok mengambil undian secara acak untuk membuat sketsa mengenai satu isu yang dipilih yang dipresentasikan dalam bentuk penampilan kreatif di setiap harinya.

\"\"

Selama dua hari selanjutnya, partisipan diajak untuk mengenali tentang kemampuan apa yang harus dimiliki untuk aktivisme. Salah satu hal yang menarik adalah tentang “27 seconds pitch”. Sesi ini adalah sesi dimana peserta melatih dirinya untuk menyampaikan area kerjanya dalam 27 detik. 27 detik pertama merupakan awal dimana isu yang menjadi perhatian para peserta akan dilirik atau tidak oleh oranglain, termasuk oleh orang-orang ataupun institusi
yang mungkin tertarik dengan aktivisme tersebut. Setelah itu, sesi dilanjutkan dengan sesi project management dan managing groups. Kedua sesi ini mengarah pada bagaimana para changemaker bisa mulai menyiapkan kegiatan mereka, mulai dari merencanakan, mencari tim kerja, mempromosikan mencari dana, melaksanakan, memonitor hingga mengevaluasi. Sesi terakhir ditutup dengan fundraising yakni bagaimana mendapatkan sumberdaya yang dibutuhkan untuk proyek perubahan tersebut, baik berupa dana maupun kontribusi lainnya.

Hari berikutnya adalah tentang bagaimana para changemaker belajar dari komunitas atau organisasi lain. Organisasi yang dikunjungi adalah Pravah. Ini merupakan organisasi yang sudah teregistrasi sejak tahun 1993 dan aktivitas Pravah adalah bekerja dengan orang muda mengenai isu keadilan social melalui keterlibatan orang muda di dalamnya. Area kerjanya adalah memberikan pendidikan kepada para pelajar, mulai dari sekolah dasar hingga menengah agar mereka memiliki kemampuan yang tidak sekedar akademis, namun juga sensitif dengan permasalahan social yang terjadi disekitar mereka. Keesokan harinya, partisipan memilih “market stall” tentang bagaimana membangun kemampuannya dalam merealisasikan ide perubahan. Setiap partisipan mungkin memiliki kebutuhan dan pengalaman yang berbeda ketika berusaha untuk mengerjakan rencana aksi perubahannya. Oleh karena itu, partisipan memilih lima sesinya sendiri yang dia anggap perlu untuk didalami lebih lanjut. Terdapat 10 market stall, yakni project management, presentation skills, media work, CAPs (Community Action Project), fundraising, leaders and teams, monitoring and evaluation, social media, social business dan the Globalchangemaker experience. Setelah itu, sesi ditutup dengan pembahasan mengenai CAP. Ini merupakan kesempatan yang diberikan British Council kepada para partisipan untuk mengajukan kegiatan yang akan dilakukan ketika kembali ke negaranya melalui proses seleksi.

\"\"

“Bagaimana menyebarkan virus changemaker” menjadi tujuan di hari terakhir summit. Setiap partisipan memilih berbagai kategori yang telah disediakan, yakni poverty, education, health, environment, social entrepreneuship, human right. Di kelompok-kelompok kecil ini, para partisipan saling berbagi pengalaman, termasuk konteks sosial politik yang tengah dihadapi di negaranya masing-masing dan bagaimana mulai melakukan perubahan, meskipun untuk negara yang masih ada dibawah kepemimpinan militer saat itu, misalnya Myanmar, kata “change” bisa menjadi atribut yang meresahkan sehingga harus siap menerima resiko ditangkap oleh militer yang berjaga-jaga di ruang publik hanya karena membawa buku bersampul depan bertuliskan human right dalam bahasa Myanmar. Selain itu juga menyimak penjelasan mengenai partisipan dari Nepal, yang memandang bahwa pemerintah yang baru saja merdeka masih sibuk untuk mengurusi dirinya sendiri sehingga mengabaikan kondisi sosial ekonomi para perempuan Nepal. Partisipan dari Pakistan menjelaskan tentang hasratnya untuk melakukan perubahan terutama bagi perempuan yang diffable agar tidak memandang dirinya lemah, namun bisa berkontribusi untuk masyarakat banyak. Keinginan besar partisipan dari Bangladesh yang bermigrasi ke Inggris untuk menyediakan komputer bagi anak-anak di pedesaan Bangladesh menunjukkan kesadaran tentang gap yang terjadi antara negara maju dan berkembang atau negara-negara Utara dan Selatan. Berbagai kegelisahan, hasrat, bahkan skeptisisme muncul dari cerita para partisipan mengenai ketimpangan sosial dan juga sistem yang korup dan tidak adil. Ini yang menjadi tantangan selanjutnya bagi para partisipan setelah summit berakhir; bagaimana melakukan perubahan dan mengajak para pemuda lainnya untuk turut bekerjasama merealisasikan perubahan tersebut. Summit ini menjadi energi yang positif bagi para partisipan bahwa ia tidak sendiri – ada satu jaringan besar yang terbangun untuk saling memotivasi dan mengingatkan terus untuk tetap melakukan perubahan. Pada saat yang sama, melakukan perubahan tidak sesederhana bermimpi. Manajemen sumberdaya, peningkatan kapasitas diri dan tim, serta kemampuan negosiasi dan komunikasi, serta melakukan pemilihan metode pengorganisasian isu menjadi hal yang terus mengiringi usaha menuju perubahan, dimulai dari gumpalan kecil hingga membentuk bola salju yang semakin membesar– sebuah proses yang tidak berhenti..

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top