Seksualitas dapat dimaknai sebagai cara manusia memandang, mempersepsikan dan mengaktualiasasikan diri terhadap dunia. Tatanan semesta yang begitu rumit dan kompleks itu berusaha ‘diraba’ dalam usahanya menemukan eksistensi diri, melalui sekumpulan pewacanaan dan pengalaman dari aspek seksualitas anak manusia. Dengan begitu kita dapat bilang bahwa sejarah manusia adalah juga sejarah seksualitas.
Sebagai sebuah diskursus keilmuan, seksualitas berangkat dan berpulang dari dan melalui ragam aspek. Ada yang berangkat melalui pemahaman mengenai basis teoretis, juga sangat bisa melalui basis empiris; berdasarkan pemaknaan atas pengalaman kehidupan. Keduanya lalu bertemu dan sepakat untuk menuju jalan pulang yang sama: pemahaman bahwa manusia adalah produk keragaman semesta.
Upaya menyuarakan secara nyaring bahwa identitas manusia itu ragam rupa dan warna penting disuarakan. Di tengah hegemoni penyeragaman yang dilakukan oleh negara, budaya dan agama atas seksualitas manusia, suara-suara keragaman atas identitas seksual manusia hadir sebagai ‘cara pandang alternatif’. Jika tidak demikian, dunia yang kita isi hari ini adalah dunia yang biasa-biasa saja dengan heteronormativitas-nya, homofobiknya, dan seterusnya.